Dewasa ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam mendidik anak-anak. Pola pendidikan yang dahulu berfokus pada perkembangan kognitif mulai lebih menitikberatkan pada perkembangan sosial dan emosional anak. Tugas-tugas yang diberikan seharusnya dikaitkan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak. Hal yang paling penting adalah penekanan bukan pada hasil belajar, tapi lebih pada proses belajar itu sendiri. Dalam hal ini, kegiatan belajar sebaiknya berupa permainan-permainan yang mengoptimalkan fungsi-fungsi eksperimentasi, eksplorasi, penemuan, dan pengujicobaan. Dengan demikian, cara belajar yang mengandalkan media kertas dan pensil sudah seharusnya dialihkan dengan pola belajar yang mengajarkan experiential learning, dimana anak-anak mampu mengembangkan kemampuan kognitif, sekaligus motorik dan juga sosioemosional, sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dalam hal ini, anak akan belajar ketika mereka bertindak aktif dan mencari solusi secara mandiri.Oleh karena itu, metode-metode mengajar sebaiknya jangan menempatkan anak dalam posisi pasif. Pada semua mata pelajaran, anak belajar melalui penemuan-penemuan, refleksi, dan berdiskusi. Hal ini akan membawa hasil yang lebih baik daripada hanya meniru guru saja. Penekanan pada proses eksplorasi dan penemuan berimplikasi pada ruang kelas yang kurang terstruktur. Buku-buku dan sekumpulan tugas juga kurang begitu digunakan. Sebaliknya, guru lebih baik mengamati minat anak dan partisipasi alami pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan di sekolah untuk memutuskan proses belajar yang terjadi.
Sabtu, 28 November 2009
PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN UNTUK ANAK
Situasi belajar seharusnya didesain sedemikian rupa sehingga anak dapat belajar dengan melakukan sesuatu hal. Situasi ini akan membentuk pola pikir dan penemuan anak. Guru mendengar, memperhatikan, dan memberi pertanyaan untuk menolong anak meraih pemahaman yang lebih baik. Jangan hanya menekankan pada apa yang dipikirkan anak serta hasil dari belajar, tapi juga perlu mengamati bagaimana anak berpikir. Tanyakan pertanyaan-pertanyaan relevan yang dapat menstimulasi proses berpikir dan minta anak menjelaskan jawaban mereka. Konsep ini penting mengingat bahwa anak tidak datang ke kelas dengan pikiran kosong. Mereka memiliki banyak ide tentang lingkungan fisik dan alam serta konsep tentang jarak, waktu, kuantitas, dan hubungan sebab akibat. Ide-ide yang dimiliki pun berbeda dari ide-ide orang dewasa. Guru perlu menginterpretasi perkataan anak dan merespon secara dialogis dengan menyesuaikan tingkat perkembangan anak. Begitu pula halnya dengan evaluasi atau penilaian proses belajar. Penilaian tidak hanya dilakukan berdasarkan hasil akhir, namun juga melihat proses yang terjadi selama anak belajar. Dalam hal ini, penilaian dapat saja berupa penjelasan tertulis dan atau verbal untuk mendiskusikan strategi berpikir anak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar