Sabtu, 28 November 2009

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN UNTUK ANAK


Dewasa ini, telah terjadi pergeseran paradigma dalam mendidik anak-anak. Pola pendidikan yang dahulu berfokus pada perkembangan kognitif mulai lebih menitikberatkan pada perkembangan sosial dan emosional anak. Tugas-tugas yang diberikan seharusnya dikaitkan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak. Hal yang paling penting adalah penekanan bukan pada hasil belajar, tapi lebih pada proses belajar itu sendiri. Dalam hal ini, kegiatan belajar sebaiknya berupa permainan-permainan yang mengoptimalkan fungsi-fungsi eksperimentasi, eksplorasi, penemuan, dan pengujicobaan. Dengan demikian, cara belajar yang mengandalkan media kertas dan pensil sudah seharusnya dialihkan dengan pola belajar yang mengajarkan experiential learning, dimana anak-anak mampu mengembangkan kemampuan kognitif, sekaligus motorik dan juga sosioemosional, sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dalam hal ini, anak akan belajar ketika mereka bertindak aktif dan mencari solusi secara mandiri.Oleh karena itu, metode-metode mengajar sebaiknya jangan menempatkan anak dalam posisi pasif. Pada semua mata pelajaran, anak belajar melalui penemuan-penemuan, refleksi, dan berdiskusi. Hal ini akan membawa hasil yang lebih baik daripada hanya meniru guru saja. Penekanan pada proses eksplorasi dan penemuan berimplikasi pada ruang kelas yang kurang terstruktur. Buku-buku dan sekumpulan tugas juga kurang begitu digunakan. Sebaliknya, guru lebih baik mengamati minat anak dan partisipasi alami pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan di sekolah untuk memutuskan proses belajar yang terjadi.

           Proses belajar anak harus terjadi secara natural. Anak tidak seharusnya ditekan secara dini sebelum tingkat kematangan anak memang sudah siap. Bila terjadi pemaksaan pada anak yang belum siap secara psikologis, maka hasil yang diperoleh dapat saja justru berbalik pada prestasi akademis dan rasa harga diri anak yang menjadi rendah. Di tingkat prasekolah, yaitu Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak, anak mempelajari beberapa hal yang dapat membantunya menuju kematangan sekolah di Sekolah Dasar. Pada saat inilah, anak mengembangkan interaksi sosialnya dengan teman-teman sebayanya. Anak juga berlatih untuk dapat tampil percaya diri, asertif, mandiri, serta memiliki pemahaman yang lebih luas tentang dunia sosial mereka. Selanjutnya, ketika anak memasuki tingkat Sekolah Dasar, maka anak mulai dihadapkan pada peran baru dengan berbagai tugas dan tanggung jawab. Pendekatan yang sebaiknya dilakukan adalah pola-pola pengajaran yang bersifat integratif dan tidak terpisah-pisah antara mata pelajaran satu dengan lainnya. Contohnya, anak dapat mempelajari konsep matematika melalui musik ataupun pelajaran olahraga atau belajar membaca dan menulis melalui proyek-proyek ilmiah untuk menambah pengetahuan anak tentang Ilmu Alam.

            Situasi belajar seharusnya didesain sedemikian rupa sehingga anak dapat belajar dengan melakukan sesuatu hal. Situasi ini akan membentuk pola pikir dan penemuan anak. Guru mendengar, memperhatikan, dan memberi pertanyaan untuk menolong anak meraih pemahaman yang lebih baik. Jangan hanya menekankan pada apa yang dipikirkan anak serta hasil dari belajar, tapi juga perlu mengamati bagaimana anak berpikir. Tanyakan pertanyaan-pertanyaan relevan yang dapat menstimulasi proses berpikir dan minta anak menjelaskan jawaban mereka. Konsep ini penting mengingat bahwa anak tidak datang ke kelas dengan pikiran kosong. Mereka memiliki banyak ide tentang lingkungan fisik dan alam serta konsep tentang jarak, waktu, kuantitas, dan hubungan sebab akibat. Ide-ide yang dimiliki pun berbeda dari ide-ide orang dewasa. Guru perlu menginterpretasi perkataan anak dan merespon secara dialogis dengan menyesuaikan tingkat perkembangan anak. Begitu pula halnya dengan evaluasi atau penilaian proses belajar. Penilaian tidak hanya dilakukan berdasarkan hasil akhir, namun juga melihat proses yang terjadi selama anak belajar. Dalam hal ini, penilaian dapat saja berupa penjelasan tertulis dan atau verbal untuk mendiskusikan strategi berpikir anak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar