Senin, 27 Juli 2009

PENGARUH IQ DAN EQ


Mengapa orang yang lebih sosial berhasil sedangkan yang IQ-nya sedang banyak yang gagal? Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa kecerdasan emosi (EQ) bukanlah lawan dari kosien kecerdasan (IQ). EQ justeru melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan kognitif. Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi mempengaruhi fungsi otak dan kecepatan kerjanya (Cryer dalam Kemper). Penelitian bahkan juga menunjukkan bahwakemampuan intelektual Albert Einstein yang luar biasa itu mungkin berhubungan dengan bagian otak yang mendukung fungsi psikologis, yang disebut amygdala.


Meskipun demikian, EQ dan IQ berbeda dalam hal mempelajari dan mengembangkannya. IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bisa dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur.


Penelitian justeru menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat dengan bertambahnya usia. Perbedaan lain, IQ merupakan kemampuan ambang yang hanya bisa menunjukkan jalan bagi karir kita atau membuat kita bekerja di bidang tertentu; sedangkan EQ berjalan di jalan itu dan mempromosikan kita di bidang itu. Oleh karena itu, keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan unsur penting dalam keberhasilan manajerial. Sampai tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi kompetensi berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. Sebaliknya, kompetensi dan ketrampilan berbasis-EQ jauh lebih efektif, terutama pada tingkat organisasi yang lebih tinggi ketika perbedaan IQ dapat diabaikan.


Dalam studi perbandingan antara orang yang kinerjanya cemerlang dan yang biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi, perbedaannya 85% disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman mengatakan bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda, ternyata EQ menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan dalam organisasi secara umum. Kami merujuk kepada studi kasus yang dilakukan oleh Dr. Goleman dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk menganalisis bagaimana kompetensi EQ berkontribusi bagi laba yang didapatkan sebuah firma akuntansi yang besar. Pertama, IQ dan EQ para partisipan diuji dan dianalisis secara mendalam; kemudian mereka diorganisasi ke dalam beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti manajemen-diri dan ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok yang terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi.


Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan ketrampilan sosial tinggi menghasilkan skor peningkatan laba 110% , sementara yang dibekali manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $ 1.465.000 per tahun. Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ memang meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja. Penulis Mohamed El-Kamony adalah mahasiswa yunior American University di Cairo yang mengambil bidang utama Administrasi Bisnis dengan konsentrasi ganda dalam pemasaran dan keuangan.

Nilai IQ (intelligence quotient) yang rendah ternyata bukan cuma berpengaruh pada kesuksesan, tetapi juga kesehatan. Peneliti dari Inggris menyebutkan, orang yang memiliki IQ rendah lebih berisiko menderita penyakit jantung.Dalam studi yang dilakukan terhadap 4.000 orang, diketahui faktor IQ memegang peran hingga 20 persen terhadap perbedaan risiko kematian antara kelompok pasien yang berstatus ekonomi tinggi dan rendah. Hasil studi tersebut dipublikasikan dalam European Heart Journal.

Rabu, 22 Juli 2009

CIRI-CIRI ANAK PINTAR


Banyak orang tua tidak memahami, tentang kondisi dan kemampuan yang dimiliki oleh anak-anaknya. Misal kita ambil contoh, anak sebetulnya kreatif dan pintar akan tetapi orang tua merasa malu dan menganggap anaknya itu bandel dan nakal.

Coba kita perhatikan berbarapa hal tentang kepintaran anak:
1. Anak Selalu Aktif, dalam artian dia selalu ingin tau apa saja yang ada disekitar mereka. misal ingin memegang piring, sendok, bahkan ingin bisa membuka dan menutup sesuatu (toples, tempat air minum, dll). Jika kita melarang dan tidak memberi kesempatan kepada anak kita, secara tidak langsung kita mencegah anak kita untuk pintar dan sukses. Mengapa demikian, karena anak bisa memegang dan membuka serta menutup sesuatu. Berarti anak itu telah menggunakan sistem motorik (gerakan tubuh) dan yang paling penting lagi, dia telah menggunakan dan mengaktifkan otak bagian kanan (untuk mengatur gerak) serta dia juga menggunakan otak bagian kiri (untuk berpikir). bahkan otak belakangnya juga bekerja (untuk keseimbangan).

Catatan; Albet Ensten pintar dan geneus ternyata setelah dilihat otaknya! antara otak kiri dan kanan banyak berhubungan, dan dihubungkan oleh sel penghubung. Dan dari penelitian otak kanan dan kiri bisa terhubung dengan cara manusia sering menggunakan otaknya (berfikir) dan aktifitasnya tinggi (aktif/memiliki kesibukan/selalu bergerak/bekerja).

2. Anak Selalu Meniru, baik dalam bentuk kata, tinggkah laku (gerak) dan waktak. Ini penting di dalam perkembangan mental dan cara berfikir anak, dan banyak orang tua yang selalu mencegah anaknya meniru, bertingkah dan berwatak tertentu. Pada hal anak pada saat meniru dia berfikir, merasakan serta berusaha menyamai apa yang dia ketahui, rasakan dan dengar. Anak belajar watak dan tingkah laku dari lingkungan utamanya orang tua / orang yang selalu di dekatnya. 

Pada posisi ini anak belajar pintar untuk menggunakan akal dan perasaannya. Tinggal orang tua mengarahkan kepintaran anak itu. Hal yang dikawatirkan jika anak tidak bisa atau sulit meniru akan berakitat pada Kecerdasan Emosional (EQ) anak tersebut lemah. Akibatnya dia akan  sulit berhasil di dalam pekerjaan atau pun di kehidupannya.

3. Anak Pantang Menyerah, sering orang tua jengkel akan tingkah anaknya, misal dia dilarang naik tangga tapi tetap naik, dilarang loncat-loncat dan naik apa saja yang bisa dipanjat tetapi anak masih melakukan. Hal ini sebenarnya anak memiliki Intelegensi yang bagus tetapi orang tua tidak sadar, bahkan mengatakan anaknya sulit diatur. Padahal anak itu Tegas, percaya diri yang tinggi dan memiliki jiwa pemimpin, tinggal orang tua mengarahkan saja.

Bukti, kita lihat para pemimpin-pemimpin besar dia memiliki jiwa yang pantang menyerah, percaya diri dan dimasa kanak-kanak pasti dia lebih aktif dan menonjol dibandingkan tema-temannya, serta dia anak yang kratif.